Fatwa Majelis Tarjih &Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
No. 6/SM/MTT/III/2010
Tentang Hukum Merokok
Tentang Hukum Merokok
Menimbang :
1. Bahwa dalam rangka partisipasi dalam upaya
pembangunan kesehatan masyarakat semaksimal mungkin dan penciptaan lingkungan
hidup sehat yang menjadi hak setiap orang, perlu dilakukan penguatan upaya
pengendalian tembakau melalui penerbitan fatwa tentang hukum merokok;
2. Bahwa
fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang diterbitkan
tahun 2005 dan tahun 2007 tentang Hukum Merokok perlu ditinjau kembali;
Mengingat :
Pasal
2, 3, dan 4 Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah No.08/SK-PP/I.A/8.c/2000;
Memperhatikan :
1. Kesepakatan dalam Halaqah Tarjih tentang Fikih Pengendalian Tembakau yang diselenggarakan pada hari Ahad 21 Rabiul Awal 1431 H yang bertepatan dengan 07 Maret 2010 M bahwa merokok adalah haram;
2. Pertimbangan yang diberikan dalam Rapat Pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada hari Senin 22 Rabiul Awal 1431 H yang bertepatan dengan 08 Maret 2010 M,
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
FATWA
TENTANG HUKUM MEROKOK
Pertama : Amar
Fatwa
1.
Wajib hukumnya mengupayakan
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya
dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya suatu kondisi hidup
sehat yang merupakan hak setiap orang dan merupakan bagian dari tujuan syariah (maq±¡id
asy-syar³‘ah);
2.
Merokok hukumnya adalah haram karena:
a.
merokok termasuk kategori perbuatan
melakukan khab±’i£ yang dilarang dalam Q. 7: 157,
b.
perbuatan merokok mengandung unsur
menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan bahkan merupakan perbuatan bunuh diri
secara perlahan sehingga oleh karena itu bertentangan dengan larangan al-Quran
dalam Q. 2: 195 dan 4: 29,
c.
perbuatan merokok membahayakan diri
dan orang lain yang terkena paparan asap rokok sebab rokok adalah zat adiktif
dan berbahaya sebagaimana telah disepakati oleh para ahli medis dan para akademisi
dan oleh karena itu merokok bertentangan dengan prinsip syariah dalam hadis
Nabi saw bahwa tidak ada perbuatan membahayakan diri sendiri dan membahayakan
orang lain,
d.
rokok diakui sebagai zat adiktif
dan mengandung unsur racun yang membahayakan walaupun tidak seketika melainkan
dalam beberapa waktu kemudian sehingga oleh karena itu perbuatan merokok
termasuk kategori melakukan suatu yang melemahkan sehingga bertentangan
dengan hadis Nabi saw yang melarang
setiap perkara yang memabukkan dan melemahkan.
e.
Oleh karena merokok jelas
membahayakan kesehatan bagi perokok dan orang sekitar yang terkena paparan asap
rokok, maka pembelajaan uang untuk rokok berarti melakukan perbuatan mubazir
(pemborosan) yang dilarang dalam Q. 17: 26-27,
f.
Merokok bertentangan dengan unsur-unsur
tujuan syariah (maq±¡id asy-syar³‘ah), yaitu (1) perlindungan agama (¥if§
ad-d³n), (2) perlindungan jiwa/raga (¥if§ an-nafs), (3) perlindungan
akal (¥if§ al-‘aql), (4) perlindungan keluarga (¥if§ an-nasl), dan
(5) perlindungan harta (¥if§ al-m±l).
3.
Mereka yang belum atau tidak
merokok wajib menghindarkan diri dan keluarganya dari percobaan merokok sesuai
dengan Q. 66: 6 yang menyatakan, “Wahai orang-orang beriman hindarkanlah dirimu
dan keluargamu dari api neraka.”
4.
Mereka yang telah terlanjur menjadi
perokok wajib melakukan upaya dan berusaha sesuai dengan kemampuannya untuk
berhenti dari kebiasaan merokok dengan mengingat Q. 29: 69, “Dan orang-orang
yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang
yang berbuat baik,” dan Q. 2: 286,
“Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya; ia
akan mendapat hasil apa yang ia usahakan dan memikul akibat perbuatan yang dia
lakukan;” dan untuk itu pusat-pusat kesehatan di lingkungan Muhammadiyah harus
mengupayakan adanya fasilitas untuk memberikan terapi guna membantu orang yang
berupaya berhenti merokok.
5.
Fatwa ini diterapkan dengan
mengingat prinsip at-tadr³j (berangsur), at-tais³r (kemudahan), dan
‘adam al-¥araj (tidak mempersulit).
6.
Dengan dikeluarkannya fatwa ini,
maka fatwa-fatwa tentang merokok yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Majelis
Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dinyatakan tidak berlaku.
Kedua:
Tausiah
1.
Kepada Persyarikatan Muhammadiyah
direkomendasikan agar berpartisipasi aktif dalam upaya pengendalian tembakau
sebagai bagian dari upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal dan dalam kerangka amar makruf nahi munkar.
2.
Seluruh fungsionaris pengurus
Persyarikatan Muhammadiyah pada semua jajaran hendaknya menjadi teladan dalam
upaya menciptakan masyarakat yang bebas dari bahaya rokok.
3.
Kepada pemerintah diharapkan untuk
meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) guna penguatan landasan
bagi upaya pengendalian tembakau dalam rangka pembangunan kesehatan masyarakat
yang optimal, dan mengambil kebijakan yang konsisten dalam upaya pengendalian
tembakau dengan meningkatkan cukai tembakau hingga pada batas tertinggi yang
diizinkan undang-undang, dan melarang iklan rokok yang dapat merangsang
generasi muda tunas bangsa untuk mencoba merokok, serta membantu dan
memfasilitasi upaya diversifikasi dan alih usaha dan tanaman bagi petani
tembakau.
Difatwakan di Yogyakarta,
pada hari Senin, 22 Rabiul
Awal 1431 H
bertepatan dengan 08 Maret 2010 M,
Majelis
Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Ketua, Sekretaris,
Prof. Dr. H. Syamsul
Anwar, M.A.
Drs. H. Dahwan, M. Si.
Lampiran
Fatwa No. 6/SM/MTT/III/2010
DALIL-DALIL
FATWA
A. al-Muqaddim±t
an-Naqliyyah (Penegasan Premis-premis Syariah)
1. Agama
Islam (syariah) menghalalkan segala yang baik dan mengharamkan khab±’i£
(segala yang buruk), sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran,
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ
الْخَبَائِثَ [الأعراف 157]
Artinya: “… dan menghalalkan
bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk … ”
[Q. 7:157].
2. Agama
Islam (syariah) melarang menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan
perbuatan bunuh diri sebagaimana dinyatakan dalam al-Quran,
وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى
التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ [البقرة : 195]
Artinya: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik” [Q. 2: 195].
وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ
رَحِيمًا [ النساء: 29]
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu” [Q. 4: 29].
3. Larangan
perbuatan mubazir dalam al-Quran,
وَءَاتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ
وَابْنَ السَّبِيلِ وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا . إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا
إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا [الإسراء : 26-27]
Artinya: “Dan berikanlah
kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang
yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros, karena sesungguhnya para pemboros adalah saudara-saudara setan, dan
setan itu sangat ingkar pada Tuhannya” [Q 17: 26-27].
4. Larangan
menimbulkan mudarat atau bahaya pada diri sendiri dan pada orang lain dalam
hadis riwayat Ibn M±jah, A¥mad, dan M±lik,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ [رواه ابن ماجة وأحمد ومالك]
Artinya: Tidak
ada bahaya terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain [HR Ibn M±jah, A¥mad,
dan M±lik].
5. Larangan
perbuatan memabukkan dan melemahkan sebagaimana disebutkan dalam hadis,
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ
أَنَّ رَسُوْلَ الله ِصَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ُكِّل مُسْكِرٍ
وَمُفْتِرٍ [رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ]
Artinya: “Dari Ummi Salamah bahwa Rasulullah saw melarang setiap yang memabukkan
dan setiap yang melemahkan” [HR A¥mad dan Ab D±wd]
6. Agama
Islam (syariah) mempunyai tujuan (maq±¡id asy-syar³‘ah) untuk mewujudkan
kemaslahatan hidup manusia. Perwujudan tujuan tersebut dicapai melalui
perlindungan terhadap agama (¥if§ ad-d³n), perlindungan terhadap
jiwa/raga (¥if§ an-nafs), perlindungan terhadap akal (¥if§ al-‘aql),
perlindungan terhadap keluarga (¥if§ an-nasl), dan perlindungan terhadap
harta (¥if§ al-m±l). Perlindungan terhadap agama dilakukan dengan
peningkatan ketakwaan melalui pembinaan hubungan vertikal kepada Allah SWT dan
hubungan horizontal kepada sesama dan kepada alam lingkungan dengan mematuhi
berbagai norma dan petunjuk syariah tentang bagaimana berbuat baik (i¥s±n)
terhadap Allah, manusia dan alam lingkungan. Perlindungan terhadap jiwa/raga
diwujudkan melalui upaya mempertahankan suatu standar hidup yang sehat secara
jasmani dan rohani serta menghindarkan semua faktor yang dapat membahayakan dan
merusak manusia secara fisik dan psikhis, termasuk menghindari perbuatan yang
berakibat bunuh diri walaupun secara perlahan dan perbuatan menjatuhkan diri kepada
kebinasaan yang dilarang di dalam al-Quran. Perlindungan terhadap akal
dilakukan dengan upaya antara lain membangun manusia yang cerdas termasuk
mengupayakan pendidikan yang terbaik dan menghindari segala hal yang
bertentangan dengan upaya pencerdasan manusia. Perlindungan terhadap keluarga
diwujudkan antara lain melalui upaya penciptaan suasana hidup keluarga yang
sakinah dan penciptaan kehidupan yang sehat termasuk dan terutama bagi
anak-anak yang merupakan tunas bangsa dan umat. Perlindungan terhadap harta
diwujudkan antara lain melalui pemeliharaan dan pengembangan harta kekayaan
materiil yang penting dalam rangka menunjang kehidupan ekonomi yang sejahtera
dan oleh karena itu dilarang berbuat mubazir dan menghamburkan harta untuk
hal-hal yang tidak berguna dan bahkan merusak diri manusia sendiri.
B.
Ta¥q³q al-Man±¯ (Penegasan Fakta Syar’i)
1. Penggunaan
untuk konsumsi dalam bentuk rokok merupakan 98 % dari pemanfaatan produk
tembakau, dan hanya 2 % untuk penggunaan lainnya.[1]
2. Rokok
ditengarai sebagai produk berbahaya dan adiktif[2] serta
mengandung 4000 zat kimia, di mana 69 di antaranya adalah karsinogenik
(pencetus kanker).[3]
Beberapa zat berbahaya di dalam rokok tersebut di antaranya tar, sianida,
arsen, formalin, karbonmonoksida, dan nitrosamin.[4] Kalangan
medis dan para akademisi telah menyepakati bahwa konsumsi tembakau adalah salah
satu penyebab kematian yang harus segera ditanggulangi. Direktur Jendral WHO,
Dr. Margaret Chan, melaporkan bahwa epidemi tembakau telah membunuh 5,4 juta
orang pertahun lantaran kanker paru dan penyakit jantung serta lain-lain penyakit
yang diakibatkan oleh merokok. Itu berarti bahwa satu kematian di dunia akibat
rokok untuk setiap 5,8 detik. Apabila tindakan pengendalian yang tepat tidak
dilakukan, diperkirakan 8 juta orang akan mengalami kematian setiap tahun
akibat rokok menjelang tahun 2030.[5] Selama
abad ke-20, 100 juta orang meninggal karena rokok, dan selama abad ke-21
diestimasikan bahwa sekitar 1 milyar nyawa akan melayang akibat rokok.[6]
3. Kematian
balita di lingkungan orang tua merokok lebih tinggi dibandingkan dengan orang
tua tidak merokok baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kematian balita dengan
ayah perokok di perkotaan mencapai 8,1 % dan di pedesaan mencapai 10,9 %.
Sementara kematian balita dengan ayah tidak merokok di perkotaan 6,6 % dan di
pedesaan 7,6 %.[7]
Resiko kematian populasi balita dari keluarga perokok berkisar antara 14 % di
perkotaan dan 24 % di pedesaan. Dengan kata lain, 1 dari 5 kematian balita
terkait dengan perilaku merokok orang tua. Dari angka kematian balita 162 ribu
per tahun (Unicef 2006), maka 32.400 kematian dikontribusi oleh perilaku
merokok orang tua.[8]
4. Adalah
suatu fakta bahwa keluarga termiskin justeru mempunyai prevalensi merokok lebih
tinggi daripada kelompok pendapatan terkaya. Angka-angka SUSENAS 2006 mencatat
bahwa pengeluaran keluarga termiskin untuk membeli rokok mencapai 11,9 %,
sementara keluarga terkaya pengeluaran rokoknya hanya 6,8 %. Pengeluaran
keluarga termiskin untuk rokok sebesar 11,9 % itu menempati urutan kedua setelah
pengeluaran untuk beras. Fakta ini memperlihatkan bahwa rokok pada keluarga
miskin perokok menggeser kebutuhan makanan bergizi esensial bagi pertumbuhan
balita.[9] Ini
artinya balita harus memikul risiko kurang gizi demi menyisihkan biaya untuk
pembelian rokok yang beracun dan penyebab banyak penyakit mematikan itu. Ini
jelas bertentangan dengan perlindungan keluarga dan perlindungan akal (kecerdasan)
dalam maq±¡id asy-syar³‘ah yang menghendaki pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan serta pengembangan kecerdasan melalui makanan bergizi.
5. Dikaitkan
dengan aspek sosial-ekonomi tembakau, data menunjukkan bahwa peningkatan
produksi rokok selama periode 1961-2001 sebanyak 7 kali lipat tidak sebanding
dengan perluasan lahan tanaman tembakau yang konstan bahkan cenderung menurun
0,8 % tahun 2005. Ini artinya pemenuhan kebutuhan daun tembakau dilakukan
melalui impor. Selisih nilai ekspor daun tembakau dengan impornya selalu
negatif sejak tahun 1993 hingga tahun 2005.[10] Selama
periode tahun 2001-2005, devisa terbuang untuk impor daun tembakau rata-rata
US$ 35 juta.[11]
Bagi petani tembakau yang menurut Deptan tahun 2005 berjumlah 684.000 orang,
pekerjaan ini tidak begitu menjanjikan karena beberapa faktor. Mereka umumnya
memilih pertanian tembakau karena faktor turun temurun. Tidak ada petani
tembakau yang murni; mereka mempunyai usaha lain atau menanam tanaman lain di
luar musim tembakau. Mereka tidak memiliki posisi tawar yang kuat menyangkut
harga tembakau. Kenaikan harga tembakau tiga tahun terakhir tidak membawa dampak
berarti kepada petani tembakau karena kenaikan itu diiringi dengan kenaikan
biaya produksi. Pendidikan para buruh tani rendah, 69 % hanya tamat SD atau
tidak bersekolah sama sekali, dan 58 % tinggal di rumah berlantai tanah. Sedang
petani pengelola 64 % berpendidikan SD atau tidak bersekolah sama sekali dan 42
% masih tinggal di rumah berlantai tanah. Upah buruh tani tembakau di bawah
Upah Minimum Kabupaten (UMK): Kendal 68 % UMK, Bojonegoro 78 % UMK, dan Lombok
Timur 50 % UMK. Upah buruh tani tembakau termasuk yang terendah, perbulan Rp.
94.562, separuh upah petani tebu dan 30 % dari rata-rata upah nasional sebesar
Rp. 287.716,- per bulan pada tahun tersebut. Oleh karena itu 2 dari 3 buruh
tani tembakau menginginkan mencari pekerjaan lain, dan 64 % petani pengelola
menginginkan hal yang sama.[12] Ini
memerlukan upaya membantu petani pengelola dan buruh tani tembakau untuk
melakukan alih usaha dari sektor tembakau ke usaha lain.
6. Pemaparan
dalam Halaqah Tarjih tentang Fikih Pengendalian Tembakau hari Ahad 21 Rabiul
Awal 1431 H / 07 Maret 2010 M, mengungkapkan bahwa Indonesia belum
menandatangani dan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)
sehingga belum ada dasar yang kuat untuk melakukan upaya pengendalian dampak
buruk tembakau bagi kesehatan masyarakat. Selain itu terungkap pula bahwa cukai
tembakau di Indonesia masih rendah dibandingkan beberapa negara lain sehingga
harga rokok di Indonesia sangat murah yang akibatnya mudah dijangkau keluarga
miskin dan bahkan bagi anak sehingga
prevalensi merokok tetap tinggi. Selain itu iklan rokok juga ikut merangsang
hasrat mengkonsumsi zat berbahaya ini.
Fakta di sekitar tembakau yang
dikemukakan pada butir 1 hingga 6 pada huruf B. Ta¥q³q al-Man±t (Penegasan
Fakta Syar’i) di atas memperlihat bahwa rokok dan perilaku merokok bertentangan
dengan dalil-dalil yang dikemukakan pada butir 1 hingga 6 huruf A. al-Muqaddim±t
an-Naqliyyah (premis-premis syariah) di atas.
[1] Departemen Kesehatan, Fakta
Tembakau Indonesia: Data Empiris untuk Strategi Nasional Penanggulangan Masalah
Tembakau, 2004.
[2] Sampoerna-Philip Morris
bahkan telah mengakui hal ini dan menyatakan, “Kami menyetujui konsensus
kalangan medis dan ilmiah bahwa merokok menimbulkan kanker paru-paru, penyakit
jantung, sesak nafas, dan penyakit serius lain terhadap perokok. Para perokok
memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena penyakit serius seperti kanker
paru-paru daripada bukan perokok. Tidak ada rokok yang “aman.” Inilah pesan
yang disampaikan lembaga kesehatan masyarakat di Indonesia dan di seluruh
dunia. Para perokok maupun calon perokok harus mempertimbangkan pendapat
tersebut dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan merokok,” http://www.sampoerna.com/default.asp?Language=Bahasa&Page=smoking&
searWords= (diakses 25-01-2010).
[3] Dikutip dari “Fakta
Tembakau di Indonesia,” TCST-IAKMI Fact Sheet, h. 1.
[4] Ibid.
[5] WHO Report on the
Global Tobacco Epidemic, 2008: The MPOWER Package (Geneva: World Health
Organization, 2008), h. 7.
[6] Ibid.
[7] Richard D. Semba dkk.,
“Paternal Smooking and Increased Risk and Infant and Under-5 Child Mortality in
Indonesia,” American Iournal Of public Health, Oktober 2008, sebagaimana
dikutip dalam “Fakta Tembakau di Indonesia,” TCST-IAKMI Fact Sheet, h. 2.
[8] Ibid.
[9] “Konsumsi Rokok dan
Balita Kurang Gizi,” TCST-IAKMI Fact Sheet, h. 4.
[10] Deptan, Statistik
Pertanian, Jakarta, 2005, sebagaimana dikutip dalam “Fakta Tembakau di
Indonesia,” TCST-IAKMI Fact Sheet, h. 3.
[11] Ibid.
[12] “Petani Tembakau di
Indonesia,” TCST-IAKMI Fact Sheet, h. 1-3.
0 komentar:
Posting Komentar