Gerakan Jamaah & Dakwah Jamaah Dalam Muhammadiyah

Oleh : Fathurrahman Kamal, Lc.,MA
(Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah 2010-2015)


IFTITAH : MUQADDIMAH ANGGARAN DASAR, JATI DIRI, MKCH & KEPRIBADIAN
(SYAKHSHIYYAH) WARGA MUHAMMADIYAH[3] SEBAGAI MUNTHALAQ DAKWAH KITA


1. Muqaddimah Anggaran Dasar
 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ. إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ. اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ. 
رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمدصلى الله عليه وسلم نبياورسولا

AMMA BA'DU, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semat-mata.
Ber-Tuhan dan beribadah serta tunduk dan tha'at kepada Allah adalah
satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.
 
     Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas
kehidupan manusia di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat
diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong,
bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas
dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu. 
     Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan
berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan
sebaik-baiknya.
 
     Menjujung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum manapun juga, adalah kewjiban
mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
 
     Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam
sampai Nabi Muhammad saw, dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk
mendapatkan hidup bahagia Dunia dan Akhirat.
 

Syahdan, untuk menciptakan masyarakatyang bahagia dan sentausa sebagai yang
tersebut di atas itu, tiap-tiap orang terutama umat Islam, umat yang percaya
akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci;
beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan
dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di dunia ini, dengan niat
yang murni tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan
karunia Allah dan ridha-nya belaka, serta mempunyai rasa tanggung jawab di
hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal
bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya,
atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan
perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
 

Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat
dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al-Qur'an:
 


"Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada ke-Islaman,
menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah
golongan yang beruntung berbahagia


". وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
(QS Ali-Imran:104)

Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh
almarhum KHA. Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai "gerakan Islam"
dengan nama "MUHAMMADIYAH" yang disusun dengan Majelis-Majelis
(Bahagian-bahagian)-nya, mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan "syura"
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau Muktamar.
 

Kesemuanya itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah
Allah dan mengikuti sunnah Rasul-nya, Nabi Muhammad saw., guna mendapat karunia
dan ridha-nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa
dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga
merupakan:
 


"Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan
Yang Maha Pengampun". 
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan umat Islam dapatlah diantarkan ke
pintu gerbang syurga "Jannatun Na'im" dengan keridhaan Allah Yang Rahman dan
Rahim.
 

2) JATI DIRI MUHAMMADIYAH
 

Muhammadiyah adalah suatu Persyarikatan yang merupakan "Gerakan Islam". Maksud
gerakan ialah Dakwah Islam dan amar ma'ruf dan nahi munkar yang ditujukan
kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat
 

Dakwah dan amar ma'ruf nahi munkar pada bidang pertama terbagi menjadi dua
golongan :
 

a. Kepada yang telah Islam bersifat pembaruan (tajdid), yaitu mengembalikan
kepada ajaran-ajaran Islam yang asli murni;
 

b. Kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama
Islam.
 

Adapun dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar bidang kedua ialah kepada
masyarakat, bersifat perbaikan, bimbingan dan peringatan.
 

Kesemuanya itu dilaksanakan dengan bermusyawarah atas dasar taqwa dan mengharap
keridhaan Allah semata-mata.
 

Dengan melaksanakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dengan caranya
masing-masing yang sesuai. Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuan
ialah mewujudkan masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah
subhanahu wata'ala.
 

3. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH)


1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar,
beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan
bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhoi Allah
s.w.t. untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khaifah
Allah di muka bumi.
 

2) Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan
kepada RasulNya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai
kepada Nabi penutup Muhammad s.a.w. sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada
umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan
spiritual, duniawi dan ukhrawi.
 

3) Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan :
 

* Al-Qur'an : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
 
* Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang
diberikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. ; dengan menggunakan akal fikiran sesuai
dengan jiwa ajaran Islam.

4) Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi
bidang-bidang :
 

* Aqidah
 

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip
toleransi menurut ajaran Islam.
 

* Akhlak
 

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman
ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW, tidak bersendi kepada
nilai-nilai ciptaan manusia.
 

* Ibadah
 

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah
SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
 

* Muamalah Duniawiyah
 

Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat dunyawiyah (pengelolaan
dunia dan pembinaan masyarakat) berdasarkan ajaran Agama serta menjadikan semua
kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
 

5) Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat
karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan,
kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu
negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT (Surah Saba' ayat 15) :
 

4). Kepribadian (Syakhshiyyah) Warga Muhammadiyah


1) Memahami hakekat Islam secara menyeluruh mencakup aspek akidah, ibadah,
akhlaq dan mu'amalat dunyawiyah; bersumberkan Al-Qur'an dan Sunnah Maqbulah.
 

2) Melandasi segala sesuatu dengan niat ikhlas mencari ridla Allah SWT
semata-mata.
 

3) Mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupannya,
dan berusaha untuk menegakkan Islam dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga
dan kehidupan bermasyarakat sehingga terwujud masyarakat utama yang diridlai
oleh Allah SWT.
 

4) Memiliki semangat jihad untuk memperjuangklan Islam.
 

5) Memiliki kemauan dan kesediaan untuk berkorban demi Islam baik korban waktu,
harta, tenaga bahkan nyawa sekalipun.
 

6) Mempunyai keteguhan hati dalam mengamalkan, menegakkan dan memperjuangkan
Islam dengan arti kata tidak mundur karena ancaman dan tidak terbujuk dengan
rayuan dan selalu istiqamah dalam kebenaran.
 

7) Mematuhi pimpinan dalam hal-hal yang disukai dan tidak disukai selama berada
dalam garis kebenaran. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara dia dan
pimpinandalam hal yang sifatnya mubah atau ijtihadi dia akan mendahulukan
pendapat pimpinan.
 

8) Mengamalkan ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan bermasyarakat.
 

9) Aktif dalam dakwah Islam (Muhammadiyah) secara murni dan penuh.
 

10) Bisa dipercaya dan mempercayai orang lain dalam organisasi.
 

KESADARAN BERJAMAAH : ANTARA TUNTUTAN SYAR'IY DAN FORMALITAS ORGANISASI
 

Dalam lembar tanfidz keputusan muktamar Muhammadiyah ke-39 terbitan PP
Muhammadiyah tertanggal 29 Muharam 1395 / 10 Februari 1975 yang ditandatangani
oleh pejabat PP Muhammadiyah : H.M. Djindar Tamimy dan H. Djarnawi Hadikusuma
pada halaman 29-33 lampiran I tentang realisasi jama'ah dan dan dakwah jama'ah
dalam ko
nsep Gerakan Jama'ah dan Dakwah Jama'ah, dinyatakan bahwa gerakan yang
dimaksud dalam rangka Gerakan Jama'ah dan Dakwah Jama'ah ialah suatu usaha
Persyarikatan Muhammadiyah melalui anggotanya yang tersebar di seluruh tanah
air untuk secara serempak teratur dan berencana meningkatkan keaktifannya dalam
membina lingkungannya ke arah kehidupan yang sejahtera lahir dan batin.
 

Namun demikian, gerakan jama'ah dan dakwah jama'ah yang diidealkan sampai saat
ini tampaknya belum menjadi kenyataan yang menggembirakan. Terbaca pada
"Pengantar" buku Gerakan Jama'ah dan Dakwah Jama'ah yang diterbitkan oleh MTDK
PPM (2006) beberapa faktor sebagai berikut; (1) Informasi / penjelasan tak
tersebar secara merata; (2) Pergeseran nilai kegotong-royongan ke
individualistis; (3) Masih adanya pengurus Persyarikatan yang tidak mau
melaksanakan gerakan dakwah jama'ah; (4) Masih adanya sikap mental acuh tak
acuh warga Muhammadiyah akan pe
lakanaan cita-cita luhur Muhammadiyah; (5) Belum
semua warga Muhammadiyah siap melakukan perubahan; (6)Belum semua warga
Muhammadiyah siap ittiba' Rasul dalam hidup berjama'ah/ bermasyarakat.
 

Dalam hemat pembacaan dan perenungan penulis, tentunya ini subyektif namun
dapat didiskusikan, sebagian warga kita berjamaah dan bermuhammadiyah baru pada
level formalitas organisasi/persyarikatan semata, dalam artian hanya sebagai
rutinitas yang pada titik tertentu justeru membosankan, dan lekas kehilangan
stamina. Dalam ungkapan yang lain, kesadaran kita baru pada wilayah
'aqliyah-jasadiyah dan belum menembus relung jiwa yang terdalam,
ruhiyah-qalbiyah kita. Dapat pula dikatakan, kita belum menyadari dengan baik
dan kemudian mengamalkan bahwa, berjamaah atau bermuhammadiyah sejatinya adalah
tuntutan yang bersifat syar'iy, berdasarkan nash-nash Al-Qur'an, Sunnah serta
tauladan yang aktual pada masa dakwah Rasulullah SAW dan para Sahabat beliau,
radlyallahu 'anhum.
 

Beberapa ayat Al-Qur'an berikut ini dapat kita tadabburi berasama:
 

1. Surah Ali Imran ayat 103
 


اللَّهِ بِحَبْلِ وَاعْتَصِمُوا جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ
اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ
النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ [6] 

1. Surah Ali Imran ayat 105 

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ
الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ[7] 

1. Surah Al-Rum ayat 31-32 

مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ
الْمُشْرِكِينَ. مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ
حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ[8] 

1. Surah Al-Tawbah ayat 107-108 

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ
الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ
وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ
لَكَاذِبُونَ. لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا[9] 

1. Surah An-Nisa' ayat 59 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى
اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا[10] 
Adapun hadis-hadis Rasulullah SAW adalah :

1. HR Bukhari dan Muslim
 


لا يحل دم امرئ مسلم يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله إلا بإحدى ثلاث النفس
بالنفس والثيب الزاني والمفارق لدينه التارك للجماعة[11] 

1. HR Bukhari & Muslim 

عن حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ
عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا
كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ
بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ
الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ
قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ
بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ
جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ
بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ
جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ
جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ
تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ 

1. HR Bukhari 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
ثَلَاثٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ
وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ...وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لَا
يُبَايِعُهُ إِلَّا لِدُنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا وَفَى وَإِنْ لَمْ
يُعْطِهِ مِنْهَا لَمْ يَفِ 

1. HR Muslim 

عن عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أن رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ
وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ 
Beberapa ayat Al-Qur'an dan hadis tersebut, dapat disimpulkan bahwa
permasalahan berjamaah merupakan tuntutan dan kewajiban secara syar'iy yang
mesti disadari dan diamalkan oleh setiap muslim. Berjama'ah bukanlah hanya
tuntutan formalitas organisasi semata.

Setelah mencermati hadis-hadis Rasulullah SAW tentang jamaah, Al-Imam
Asy-Syathiby menyimpulkan sebagai berikut; jamaah ialah umat Islam yang sepakat
(ijma') atas suatu urusan; mayoritas umat Islam; jama'ah para ulama dan ahli
ijtihad; umat Islam yang sepakat atas satu pemimpin/amir; jama'ah secara
spesifik ialah golongan para sahabat radliallahu ‘anhum.
 

Di antara pendapat-pendapat tersebut, Imam Asy-Syathiby cenderung untuk
menyatakan bahwa jama'ah ialah jama'ah umat Islam jika mereka berkumpul dibawah
kepemimpinan seorang amir/pemimpin. Demikian pula dipertegas oleh Al-Hafidz
Ibnu Hajar dalam kitab beliau "Fathul Bary".[12]
 

DR Abdul Hamid Hindawy dalam kitabnya "Kayfa Al-Amru Idza Lam Tahun Jama'ah;
Dirasat Hawla al-Jama'ah wa al-Jama'at" mengidentifikasi makna jama'ah menjadi
dua; dimensi teoritis yakni komitmen dan berpegang teguh pada apa yang
digariskan oleh Rasulullah SAW dan juga diikuti oleh para sahabat; dimensi
praksis/politis yakni berkumpulnya seluruh umat Islam dibawah kepemimpinan
seorang pemimpin/amir.[13]
 

Dengan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, saat ini tidak
ditemukan Jama'ah Islam dalam dimensinya yang praksis/politis, di mana seluruh
umat Islam di dunia bernaung di bawah kepepmimpinan seorang
pemimpin/amir/khalifah. Fakta ini pula yang mengantarkan kita kepada kesimpulan
lain, di mana tidak seorangpun atau jama'ah pun yang dapat mengklaim diri
sebagai perwujudan otentik dari Jama'ah Islam universal yang wajib diikuti
(diberikan sumpah setia/ bai'at) sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah SAW
dalam hadis-hadis tentang jamaah. Yang ada dan dapat kita akui bersama untuk
saat ini ialah adanya "jama'atun minal muslimin", "satu jamaah dari keseluruhan
umat Islam."
 

Lalu bagaimana kita menjalankan ajaran berjamaah yang ditegaskan oleh
Rasulullah SAW dalam sabda-sabdanya? Menjawab ‘kegelisahan' ini, Dr. Sholah
Ash-Shawi[14] menjelaskan 2 cara yang dapat ditempuh oleh setiap muslim :
 

Pertama; Komitmen (iltizam) dengan salah satu jama'ah dari berbagai jama'ah
yang ada, dengan sebuah pandangan bahwa ini adalah sebuah usaha untuk menuju
adanya "Jama'atul Muslimin" sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW,
dengan melihat dan mempertimbangkan mana diantara jama'ah-jama'ah tersebut yang
lebih dekat kepada Al-Qur'an dan Sunnah, lebih komprehensif, matang dalam
mempertimbangkan antara mashalih dan mafasid, lebih memiliki kemampuan, potensi
dan kekuatan untuk melaksanakan amal Islam yang sempurna.
 

Kedua; Komitmen (iltizam) dengan Jama'atul Muslimin, Ahlul Halli wal ‘Aqdi.
Mereka memiliki otoritas untuk mengambil keputusan dalam segala kepentingan dan
kemaslahatan umat Islam. Hal sedemikian akan terwujud jika ada seorang pemimpin
yang dapat diikuti secara bulat oleh keseluruhan umat Islam. Atau dapat pula,
dalam proses menuju terwujudnya Jama'atul Muslimin, diadakan kepemimpinan
kolektif yang dapat melakukan komunikasi aktif dengan seluruh elemen dan
jama'ah-jama'ah yang ada, tanpa harus memberlakukan keharusan untuk menjadi
anggota di salah satu dari jama'ah-jama'ah tersebut.
 

Berdasarkan pada peta permasalahan tersebut di atas, dalam konteks berjama'ah
di Persyarikatan kita ini atau berMuhammadiyah, tampaknya lebih dekat dengan
solusi pertama yang ditawarkan oleh Dr Sholah Ash-Shawi. Oleh karena itu,
adalah sebuah kewajiban syar'iy bagi setiap warga Persyarikatan untuk muhasabah
atas dirinya sendiri mengapa Muhammadiyah yang menjadi pilihannya. Jika memang
pilihan kita untuk bergabung dan menyatakan komitmen bulat kepada Persyarikatan
Muhammadiyah ini, maka apa yang penulis sebut sebagai "munthalaq dakwah
Muhammadiyah" pada iftitah naskah ini, perlu untuk dikaji secara mendalam,
dipahami, diamalkan, didakwahkan serta bersabar dalam menerima segala cobaan
yang tentunya menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dari dakwah itu sendiri.
 

Tadabbur Sirah Nabawiyah : Gerakan Dakwah & Gerakan Jama'ah Rasulullah SAW
 

1) Untuk membangun sebuah jamaah, Rasulullah SAW mensosialisasikan
prinsip-prinsip Islam dan pokok ajarannya. Syi'arnya ialah :
 


ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ
عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ[15] 
Dalam hal ini Rasulullah SAW menjalankan beberapa hal berikut;

1. Mengintensifkan dakwah perorangan. Dakwah fardiyah ini dilakukan oleh
Rasulullah SAW pada fase dakwah sirriyah. Metode ini sangat relevan untuk
dilakukan pada awal pembentukan jama'ah, ataupun di saat adanya tindakan
refresif dari pihak penguasa.
 
2. Dakwah jama'ah, mengintensifkan relasi kepada public (jumhur). Hal ini
dilakukan oleh Rasulullah SAW pada masa dakwah jahriyah.


فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ [16] 

2) Menata manajemen dakwah. 
Menentukan skala prioritas dalam berdakwah. Rasulullah SAW menegaskan
eksistensinya sebagai pembawa risalah tauhid An-Nahl ayat 36 :


وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ
وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ
عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ
عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ 

3) Setelah jamaah terbentuk, Rasulullah SAW menyiapkan jama'ah tersebut untuk
menyebarkan ajaran yang telah diterimanya. 


وَإِنْ كَانَ طَائِفَةٌ مِنْكُمْ ءَامَنُوا بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ وَطَائِفَةٌ
لَمْ يُؤْمِنُوا فَاصْبِرُوا حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَنَا وَهُوَ خَيْرُ
الْحَاكِمِينَ[17] 

2. Pada fase jahriyah : Mengadakan pengajian umum, halaqah kabirah. Juga
mengadakan rihlah dakwah jama'iyyah. Ada pula langkah-langkah untuk
mengkondisikan dakwah dengan ceramah/khutbah, maw'idzah.
1. Pada fase sirriyah : sahabat yang telah menerima dakwah berkisar antara 3-5
orang. Mereka kumpul setiap hari, tempat dan waktu yang bervariasi.
4) Langkah berikutnya, mengirim sahabat untuk berdakwah ke luar Makkah. Mush'ab
ibn ‘Umair diutus ke Madinah dalam rangka pengkondisian pra-hijrah.

Demikianlah, secara ringkas, gerakan jamaah dan dakwah jamaah yang dicontohkan
oleh Rasulullah SAW dalam sirahNya.
 

Gerakan Jama'ah dan Dakwah Jama'ah Muhammadiyah
 

1) Gerakan yang dimaksud dalam rangka gerakan jama'ah dan dakwah jama'ah di
sini adalah suatu usaha Persyarikatan Muhammadiyah, melalui anggotanya yang
tersebar di seluruh tanah air, untuk secara serempak teratur dan terencana
meningkatkan keaktifannya dalam membina lingkungannya ke arah kehidupan yang
sejahtera lahir dan batin.
 

2) Pengertian tentang jama'ah
 

1. Jama'ah adalah suatu bentuk kehidupan bersama sekelompok orang yang
tujuannya membina hidup berjama'ah.
 

Pengertian sekelompok orang yang dimaksud adalah sekelompok keluarga yang
tempat tinggalnya saling berdekatan, tidak membedakan golongan, baik agama, status
sosial maupun mata pencaharian.
 

1. Kelompok itu-oleh sekelompok kecil anggota Muhammadiyah yang ada di
dalamnya-diusahakan dapat terwujud suatu kehidupan yang sejahtera, lahir dan
batin, bagi segenap anggota kelompok, sehingga merupakan satu kesatuan
kehidupan bersama dan serasi, yang selanjutnya dapat menyumbangkan kemampuannya
untuk ikut serta membangun bangsa dan negaranya.
 
2. Sekelompok anggota Muhammadiyah yang mengambil inisiatif itu, disebut inti
jama'ah, yang membentuk dirinya sebagai potensi penggerak kelompok (group
dinamics).

Alasan untuk menempatkan diri sebagai inti jama'ah bagi anggota Muhammadiyah
ini, tidak lain karena didorong oleh rasa tanggung jawabnya sebagai muslim yang
melaksanakan ajaran agamanya, sebagai ibadahnya kepada Allah subhanahu wa
ta'ala.
 

1. Oleh karena itu, niat untuk membentuk jama'ah adalah semata-mata untuk
mendapat ridha Allah subhanahu wa ta'ala, tidak dikerjakan untuk menyusun
kekuatan politik atau golongan, tidak pula untuk kepentingan pribadinya.
Kesejahteraan hidup adalah milik dan kepentingan bersama bagi setiap orang,
setiap keluarga, setiap kelompok.
 
2. Jama'ah sebagai bentuk kehidupan bersama tidak selalu harus dimulai dengan
membentuk organisasi jama'ah yang nyata (kongkrit). Titik berat gerakan ini
adalah menyebarkan dan mengembangkan ide hidup berjama'ah. Bentuk organisasi
jama'ah tidak boleh dipaksakan. Akan tetapi pengelompokan anggota Muhammadiyah
menjadi inti jama'ah menjadi sarana yang paling dekat untuk dicapai oleh
Persyarikatan.

Dengan melalui pertemuan dan lain sebagainya inti-inti jama'ah ini melangkahkan
kakinya untuk memprakarsai hidup berjama'ah di lingkungan tempat tinggalnya dan
kalau situasi dan kondisi setempat mengizinkan, melangkah lebih jauh untuk
mewujudkan jama'ah sebagai lembaga sosial yang terbukti memang dikehendaki dan
dibutuhkan masyarakat (sosial need).
 

3) Pengertian tentang Hidup Jama'ah
 

1. Bahwa hidup berjama'ah seperti yang dijelaskan di atas (2) bisa tumbuh dan
berkembang dengan sendirinya, apalagi bisa teratur dan berencana mudah kita
duga.
 

Manusia sebagai makhluk sosial, yang secara fitrahnya harus hidup berkelompok
karena saling membutuhkan. Tetapi manusiapun disifati sebagai makhluk
individual, yang terjadi dari jiwa raga yang tak terpisahkan, dengan cipta,
rasa dan karsanya itu memiliki kemampuan untuk membebaskan dirinya dari ikatan
lingkungannya, walapun hanya di dalam hatinya. Oleh karena itu sifat
egoistis-mementingkan diri sendiri, sering lebih menonjol dari sifat sosialnya.
Dari pokok pangkal pikiran ini, kita mudah menduga bahwa hasrat untuk hidup
berjama'ah tidak bisa tumbuh dan berkembang sendiri. Harus ada sekelompok kecil
di tengah-tengah kelompok yang lebih besar yang membentuk dirinya menjadi inti
kelompok -dus inti jama'ah- mengajak untuk hidup sejahtera, membina kebaikan
dan menjauhkan kemungkaran.
 

1. Hidup berjama'ah harus dida'wahkan, tetapi tidak cukup hanya dengan
khutbah-khutbah di masjid atau ceramah-ceramah di dalam pengajian-pengajian;
pendeknya tidak cukup diomongkan.
 

Hidup berjama'ah harus diprakarsai muballigh (inti jama'ah) dan umat yang
dida'wahi (calon jama'ah)nya harus merupakan satu pernyataan hidup bersama. Apa
yang dida'wahkan si muballigh - baik materi maupun sasarannya, baik langsung
maupun tidak langsung akan menyangkut dan mengenai pribadi si muballigh.
 

Oleh karena itu sistem da'wah dalam rangka menimbulkan hidup berjama'ah ini
disebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
 

Tujuannya
 

a) Menumbuhkan dan membina hidup berjamaah yaitu hidup bersama yang serasi,
rukun dan dinamis;
 

b) Menumbuhkan dan membina hidup sejahtera, yakni hidup yang terpenuhi
kebutuhan lahir dan batin bagi segenap warga jama'ah;
 

c) Kesemuanya itu untuk mengantarkan warga jama'ah dalam pengabdiannya kepada
Allah subhanahu wa ta'ala, kepada bangsa dan negara serta kemaslahatan manusia
pada umumnya.
 

1) Materinya
 

a) Bidang pendidikan: menumbuhkan kesadaran dan memberikan pengertian tentang
mutlak perlunya pendidikan bagi anak-anak dan generasi muda, khususnya
pendidikan agamanya, untuk menjadi pegangan hidup dan kehidupannya di masa
depan;
 

b) Bidang sosial: membina kehidupan yang serasi antara keluarga yang satu
dengan yang lainnya, saling tolong menolong dan bantu membantu mengatasi
kesulitan yang sedang dialami oleh anggota jama'ahnya. Menghilangkan sifat
egois dan menutup diri;
 

c) Bidang ekonomi: berusaha mencegah kesulitan-kesulitan ekonomi/ penghidupan
yang dialami oleh anggota jama'ahnya, antara lain dengan membantu permodalan,
mencarikan pekerjaan, memberikan latihan ketrampilan/ keahlian dan sebagainya;
 

d) Bidang kebudayaan: membina kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam
sebagai sarana / alat da'wah dan mengikis/ menghindarkan pengaruh kebudayaan
yang merusak, dari manapun datangnya;
 

e) Bidang hukum: membina kesadaran dan memberikan pengertian tentang tertib
hukum untuk kebaikan bersama dalam kemasyarakatan. Melaksanakan dan
mempraktekkan ajaran-ajaran agama (Islam) yang berhubungan dengan mu'amalah
duniawiyah;
 

f) Bidang hubungan luar negeri (solidaritas): menumbuhkan rasa setia kawan dan
simpati terhadap sesama umat Islam khususnya dan umat manusia umumnya yang
sedang mengalami musibah, penderitaan, penindasan dan sebagainya kemudian
menyata-laksanakannya dengan mengumpulkan bantuan dan sebagainya.
 

2) Metodenya
 

a) Dakwah jama'ah dilaksanakan oleh sekelompok kecil warga jama'ah (inti
jama'ah) yang ditujukan kepada kelompok (jama'ahnya);
 

b) Inti jama'ah bertindak sebagai penggerak kelompok yang merencanakan,
melaksanakan dan menilai langkah-langkah dan materi da'wahnya;
 

c) Dakwah jama'ah menggunakan teknik-teknik pembinaan masyarakat (community
development).
 

3) Sifatnya
 

a) Da'wah jama'ah dilaksanakan atas nama pribadi masing-masing muballigh;
 

b) Da'wah jama'ah bersifat informil, artinya tidak mengikatkan dirinya kepada
instansi / lembaga yang formil;
 

c) Instansi/lembaga-lembaga masyarakat yang ada menjadi tempat menyalurkan
kegiatan warga berjama'ah.
 

4) Pengertian tentang inti jama'ah
 

1. Inti jama'ah terjadi dari anggota Muhammadiyah. Satu inti jama'ah terdiri
dari sekitar 3 (tiga) sampai 7 (tujuh orang, dari pria dan wanita;
 
2. Ruang gerak satu inti jama'ah sekurang-kurangnya meliputi satu rukun
tetangga (RT), seluas-luasnya meliputi satu rukun kampung / warga / dukuh;
3. Tugas inti jama'ah adalah melaksanakan dan merencakan da'wah jama'ah serta
dinilai hasil-hasilnya untuk langkah-langkah perubahan;
4. Inti-inti jama'ah di satu keluarga saling mengkoordinir dan menyeleraskan
kegiatan menjadi satu unit gerakan jama'ah.

Unit-unit ini yang menjadi salauran komunikasi dengan induk organisasi Muhammadiyah;
 

1. Keanggotaan inti jama'ah serta pembagian tugas perhatiannya diatur/
dimusyawarahkan bersama oleh anggota Muhammadiyah dalam satu jama'ah.
 

Apabila di dalam satu jama'ah terdapat kelebihan anggota Muhammadiyah, tugas
inti jama'ah dapat digilirkan secara periodik. Anggota yang kebetulan tidak
menjadi inti jama'ah berfungsi sebagai pendukung dan pelopor kegiatan
jama'ahnya. Kelebihan anggota tersebut dapat ditugaskan untuk membina tempat
lain yang tidak terdapat anggota Muhammadiyah di dalamnya;
 

1. Apabila bentuk jama'ah sudah gatra (maujud), inti jama'ah mempersiapkan
terbentuknya organisasi jama'ah dengan mempersiapkan pamong jam'ahnya;
 
2. Di dalam hal organisasi jama'ah belum terwujud, inti jama'ah berfungsi
sebagai pamong jama'ah sementara. Kalau organisasi jama'ah dan pamong jama'ah
sudah terwujud, inti jama'ah dapat mengintegrasikan diri ke dalamnya atau
berdiri di luar sebagai pembantu, aktif menjadi sumber inspirasi dan kreasi
kegiatan jama'ahnya.

5) Pengertian tentang organisasi Jama'ah
 

1. Organisasi jama'ah adalah organisasi yang informal, dalam arti tidak terikat
dan bertanggungjawab kepada organisasi lain.
 

Organisasi ini lahir sebagai proses yang wajar dari kebutuhan kelompok
masyarakat di suatu tempat, sebagai akibat dari suksesnya dakwah jama'ah yang
dilaksanakan oleh inti jama'ah. Organisasi jama'ah tidak dapat dipaksakan
adanya. (Nama jama'ah itu sendiri tidak mutlak harus dipergunakan sekiranya
justru akan menghambat pengertian hidup berjama'ah).
 

1. Di dalam satu lingkungan tempat di mana semua atau sebagian besar
penghuninya warga Muhammadiyah, masalah terbentuknya organisasi jama'ah tidak
perlu dipersoalkan. Karena ide hidup berjama'ah memang sudah menjadi sebagian
dari kepribadiannya; maka timbulnya organisasi jama'ah berfungsi sebagai
intensifikasi semangat dan kegiatan hidup berjama'ah;
 
2. Organisasi jama'ah dipimpin oleh pamong jama'ah yang terjadi dari warga
jama'ah dan terdiri dari Bapak dan Ibu jama'ah dengan beberapa pembantu. Ibu
dan Bapak jama'ah dipilih dari dan oleh warga jama'ah sebagai sesepuh/tertua
lingkungan itu. Sedang pembantu-pembantunya terdiri dari tenaga-tenaga muda
yang lincah dan penuh daya kreasi dan bertanggungjawab kepada Bapak dan Ibu
jama'ah;
3. Pamong jama'ah bisa terjadi, sebagian dari inti jama'ah atau seluruhnya,
atau dapat pula inti jama'ah ada di luar pamong jama'ah (lihat 4-g.);
4. Tugas pamong jama'ah adalah memimpin dan mengantarkan jama'ahnya menuju ke
kehidupan berjama'ah yang sejahtera. Menampung dan menyalurkan ide-ide kegiatan
dan kebutuhan-kebutuhan hidup warganya yang sesuai dengan sasaran hidup
berjama'ah yang sejahtera;
5. Saluran ide-ide, kegiatan dan kebutuhan warga jamaah dapat ditumbuhkan dalam
jama'ah atau memanfaatkan instansi / lembaga yang telah ada di luar jama'ah;
6. Sekali lagi perlu ditegaskan, bahwa secara resmi jama'ah tidak ada
hubungannya dengan organisasi Muhammadiyah; yang ada hubungan secara
organisatoris adalah antara anggota Muhammadiyah (sebagai warga jama'ah yang
menjadi inti jama'ah) dengan Muhammadiyah (Ranting).

6) Lokasi gerak jama'ah dan dakwah Jama'ah
 

1. Gerakan jama'ah dan dakwah jama'ah bertitik tolak pada pembinaan mental
pribadi warga jama'ah dalam keluarganya dan dalam lingkungan tetangganya;
 

Pembinaan ini dapat melalui sarana-sarana intern jama'ah dan dapat memanfaatkan
sarana/fasilitas di luar jama'ah. Secara rutin pamong jama'ah memperhatikan
situasi dan kondisi warga jama'ahnya, mengamati rumah tangganya dan suasana
hidup bertetangga. Masalah-masalah yang tampak segera ditangani, yaitu dicari
pemecahannya baik secara langsung maupun tidak langsung.
 

Ide-ide yang positif dan kreatif diusahakan melalui musyawarah, sehingga
menjadi milik bersama dan tanggung jawab bersama jama'ahnya.
 

1. Selanjutnya gerakan jama'ah dan dakwah jama'ah meluaskan pandangannya seluas
batas-batas kelurahan tempat jama'ah-jama'ah. Ada inisiatif inti-inti jama'ah
yang tergantung dalam unit gerakan jama'ah; Jama'ah-jama'ah diajak
berpartisipasi dalam pembangunan kelurahannya (pembangunan desa/ kota).
 

7) Kompetensi Da'i Pendamping
 

1. Kompetensi Subtantif
 

* Ikhlas
 
* Amanah
* Shidq (Kejujuran ) : Perkataan, niat dan kehendak, 'azm/tekad, menepati janji
dan dalam bekerja.
* Akhlaq karimah: rahmah, rifq (lemah lembut) dan hilm (santun), sabar, hirsh
(mencintai dan perhatian kepada mad'uw/audiens)
* Pemahaman Islam yang komprehensif
* Pemahaman akan hakekat dakwah/Fikih dakwah
* Mengenal lingkungan

1. Kompetensi Metodologis
 

Kompetensi metodologis adalah sejumlah kemampuan yang dituntut oleh seorang
da'i pendamping jama'ah yang berkaitan dengan masalah perencanaan dan metode
dakwah. Dengan ungkapan lain, kompetensi metodologis ialah kemampuan
profesional yang ada pada diri da'i pendamping jama'ah sehingga ia : (1) Mampu
membuat perencanaan dakwah (persiapan, kegiatan dakwah) yang akan dilakukan
dengan baik; dan; (2) Sekaligus mampu melaksanakan perencanaannya.
 

* Da'i pendamping jama'ah harus mampu mengidentifikasi permasalahan dakwah yang
dihadapi, yaitu mampu mendiagnosis dan mengemukakan kondisi "keberagamaan"
obyek dakwah yang dihadapi, baik pada tingkat individu maupun tingkat
masyarakat.
 
* Da'i pendamping jama'ah harus mampu mencari dan mendapatkan informasi
mengenai ciri-ciri obyektif dan subyektif obyek dakwah serta kondisi
lingkungannya.
* Berdasarkan informasi yang diperoleh dengan kemampuan pertama dan kedua di
atas, seorang da'i pendamping jama'ah akan mampu menyusun langkah perencanaan
bagi kegiatan dakwah yang dilakukan.
* Kemampuan untuk merealisasikan perencanaan tersebut dalam pelaksanaan
kegiatan dakwah. Walaupun faktor-faktor bakat memegang peranan cukup
menentukan, tetapi faktor latihan (dan pengalaman) akan sangat menunjang
kompetensi ini.

Ikhtitam
 

Demikianlah konsep Gerakan Jama'ah dan Dakwah Jama'ah yang telah lama kita
cita-citakan. Hemat kami, kuncinya ialah kita bekerja sungguh-sungguh dan tidak
terlalu banyak berwacana ataupun silang pendapat. Apa yang bisa kita lakukan,
kita lakukan sekarang juga. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW,
konsep ini sejatinya bukan hal yang baru sama sekali. Ia telah lahir dari
aktualisasi nyata dakwah beliau di awal menggerakkan jama'ah dan dakwah jama'ah
seperti yang telah kami utarakan.
 

Semoga Allah SWT menganugerahkan kepada kita keikhlasan dan kemauan untuk
menunaikan amanah dakwah yang mulia ini dalam rumah kita, Muhammadiyah
tercinta.Amin ya Mujibassa'ilin.
 
[1] Disampaikan pada pengajian PDM Sragen, Sabtu 14 April 2007

[2] Anggota Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Periode : 2005-2010 / Mudir Lembaga Bahasa Arab "Ma'had Ali Bin Abi Thalib"
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
 

[3] Lihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah, Tahun 2005, hal. 5-8. Juga, Haedar Nashir dkk., Materi Induk
Perkaderan Muhammadiyah (Yogyakarta, Badan Pendidikan Kader Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, 1994), Cet. Ke-1, hal. 126-129
 

[4] Keputusan Tanwir 1969 di Ponorogo
 

[5] Haedar Nashir dkk., Materi Induk...hal. 85-86
 

[6] Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.
 

[7] Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang
yang mendapat siksa yang berat,
 

[8] Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta
dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi
beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
golongan mereka.
 

[9] Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan
mesjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mu'min), untuk
kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu'min serta menunggu
kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu.
Mereka sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan
Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam
sumpahnya). Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya
 

[10] Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
 

[11] (
لا يحل دم امرئ ) لا يباح قتله(النفس بالنفس ) تزهــــــــــــق نفس القاتل
عمدا بغير حــــــق بمقابلة لنفس التي أزهقها(الثيب الزاني ) الثيب مـــــــن سبق
له زواج ذكرا أم أنثى فيباح دمه إذا زنى (المفارق ) التارك المبتعد وهو المرتد .
وفي رواية ( والمارق من الدين ) وهو الخارج منه خروجا سريعا(التارك للجماعة )
المفارق لجماعة المسلمين (Lihat, CD Al-Maktabah Asy-Syamilah) 

[12] Husain Ibn Muhsin Ibn Ali Jabir, Al-Thariq Ila Jama'atil Muslimin (Madinah
: Darul Wafa', 1989), Cet. IV, hal. 25-26
 

[13] Abdul Hamid Hindawy, Kayfa Al-Amru Idza Lam Tahun Jama'ah; Dirasat Hawla
al-Jama'ah wa al-Jama'at (Mesir: Maktabah Tabi'in, 1416), Cet. II, hal.95
 

[14] Sholah Ash-Shawi, Jama'atul Muslimin; Mafhumuha wa Kaifiyatu Luzumiha fi
Waqi'ina al-Mu'ashir (Qahirah : Dar Shafwah, 1413), Cet. 1, hal. 72-75
 

[15] Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (An-Nahl : 125)
 

[16] Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (Hijr
: 94)
 

[17] Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk
menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka bersabarlah,
hingga Allah menetapkan hukumnya di antara kita; dan Dia adal ah Hakim yang
sebaik-baiknya.


Langkah Terpenting Dalam Mewujudkan Masyarakat Islam Yang Sebenar-Benarnya 
Rabu, 9 Maret 2011 11:58:01 - oleh : admin




Oleh : dr. H. Agus Sukaca, M Kes.
(Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah)


Terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya  adalah
visi jangka panjang Muhammadiyah yang tidak terbatas waktu. Visi adalah
gambaran masa depan yang akan diwujudkan yang sekarang belum ada. Suatu visi
akan menjadi kenyataan apabila diyakini oleh pemilik visi sebagai gambaran masa
depan yang dapat diwujudkan. Semakin  yakin seseorang terhadap kemungkinan
terwujudnya, peluangnya semakin besar. Demikian pula sebaliknya! Oleh karena
itu kita harus meyakini bahwa visi Muhammadiyah dapat kita wujudkan. Kalau para
pemimpin, kader, dan anggota Muhammadiyah ragu-ragu, atau bahkan berpikiran
mustahil dapat diwujudkan, pasti visi tersebut tidak pernah akan menjadi
kenyataan. Bagaimana mungkin kita berjuang terhadap sesuatu yang kita tidak
yakin bisa mencapainya? Tentu semangat akan menjadi lemah, dan lama-lama mati!
Untuk menumbuhkan keyakinan yang kuat, kita harus mempunyai gambaran yang
konkret tentang visi kita dan kemudian menentukan langkah-langkah yang tepat
untuk menujunya.

Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah menggambarkan masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya sebagai masyarakat yang sentosa dan bahagia, disertai nikmat
Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan "Baldatun Thayyibatun
wa  Rabbun Ghafuur", 
yakni suatu negeri yang indah, bersih, suci,
makmur, di bawah perlindungan Tuhan yang Maha Pengampun. Masyarakat semacam
itu, selain merupakan kebahagiaan di dunia bagi seluruh manusia, juga akan
menjadi tangga bagi ummat Islam untuk memasuki gerbang surga "Jannatun
Na'iem"
 untuk mendapatkan keridhaan Allah yang abadi. Masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya itu adalah merupakan rahmat Allah bagi seluruh alam, yang
akan menjamin sepenuhnya keadilan, persamaan, keamanan, keselamatan, dan
kebeasan bagi anggota-anggotanya.

Gambaran
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya secara sederhana dapatlah kita gambarkan
sebagai tatanan masyarakat yang hidup berdampingan secara harmonis, didominasi
oleh pribadi-pribadi muslim yang sebenar-benarnya dengan ciri: bertauhid
murni, berakhlak mulia, taat beribadah sesuai tuntunan Rasulullah, dan
bermu'amalat menurut ajaran Islam.
 Pribadi-pribadi tersebutlah yang
menguasai lembaga-lembaga kenegaraan dan pranata-pranata sosial yang ada
sehingga semuanya berjalan sesuai yang dikehendaki ajaran Islam.

Berangkat
dari gambaran sederhana tersebut, langkah terpenting untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah membina sebanyak mungkin
pribadi-pribadi muslim yang sebenar-benarnya hingga mencapai jumlah yang
memungkinkan untuk mendominasi semua lembaga kenegaraan dan pranata-pranata
sosial lainnya
. Selanjutnya, biarkan pribadi-pribadi yang terbina tersebut
mengaktualisasikan peran kebangsaan dan kemasyarakatannya sehingga berjalan
sesuai yang dikehendaki oleh ajaran Islam. Muhammadiyah seharusnya menfokuskan
pada langkah-langkah penting ini. Biarkan urusan politik dilaksanakan oleh
pribadi-pribadi muslim yang telah dibina oleh Muhammadiyah! Muhammadiyah
berkonsentrasi menggerakkan mesin organisasi untuk memproduksi
sebanyak-banyaknya pribadi muslim yang sebenar-benarnya

Strategi Membina Pribadi
Muslim Yang Sebenar-Benarnya

Mewujudkan
pribadi muslim yang sebenar-benarnya memerlukan pembinaan yang tersistem,
intensif dan jangka panjang. Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah mengatur
pembinaan anggota dan simpatisan dilakukan melalui pengajian-pengajian
(pengajian umum, anggota, muballigh, pimpinan), kursus-kursus (kursus umum,
anggota, kader, muballigh), dan jama'ah. Pengajian adalah lembaga pertemuan
berkala anggota jama'ah untuk meng-update atau meningkatkan pemahaman ajaran
Islam, menjaga semangat keberagamaan, dan menjaga sillaturrahmi sesama anggota
jama'ah. Sedangkan kursus adalah lembaga pengajaran berjangka untuk
bidang-bidang tertentu secara lebih konprehensif, misalnya: kursus tauhid, kursus
ibadah (thaharah, shalat, zakat, manasik haji, dll),  kursus akhlak,
kursus keluarga sakinah, kursus kader (Baitul Arqam, Darul Arqam, Latihan
Instruktur), kursus muballigh, dll.

Pengajian-pengajian
dan kursus-kursus tersebut seharusnya dilembagakan secara permanen dengan
manajemen yang baik dan dikelola dengan sungguh-sungguh sehingga menjadi
lembaga yang profesional. Untuk kepentingan tersebut, pimpinan persyarikatan
perlu menetapkan pengelola  dan ustadz tetapnya untuk masing-masing
lembaga pengajian dan kursus.

Jama'ah
merupakan amal usaha wajib bagi ranting. Kewajiban membina jama'ah
mengisyaratkan bahwa setiap anggota Muhammadiyah haruslah berada  dalam
jama'ah. Dengan berjama'ah, semangat ber-Islam akan terjaga, dan hidupnya akan
terpimpin. Dalam jama'ah, pembinaan akan intensif dan berlangsung dalam jangka
lama. Jama'ah dipimpin oleh seorang Kader Muhammadiyah yang bertugas (1)
memotivasi dan  menjaga agar masing-masing anggota jama'ahnya mengikuti
pengajian rutin dan kursus-kursus yang diselenggarakan; (2) membimbing anggota
jama'ah mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya; (3) menjaga agar
anggota jama'ahnya senantiasa berada dalam jama'ah, dan tidak keluar dari
jama'ah sampai akhir hayat, (4) Apabila anggota jama'ahnya pindah tempat tinggal,
ia menghubungkan dengan jama'ah yang ada di tempat tinggalnya yang baru dan
menyerahkannya kepada pemimpin jama'ahnya untuk pembinaan lebih lanjut; (5)
menduplikasikan kemampuannya memimpin jama'ah kepada anggota-anggotanya dengan
mensponsori mereka menjadi kader. Dengan dipimpin oleh Pemimpin Jama'ah inilah,
anggota dan simpatisan Muhammadiyah diproses dalam sistem pembinaan melalui
pengajian dan kursus.

Alur
pembinaan dimulai dengan proses rekruitmen anggota jama'ah oleh para kader dari
kalangan anggota dan simpatisan Muhammadiyah. Selanjutnya mengajak mereka
mengikuti pengajian rutin dan kursus-kursus, membina dalam jama'ah, mensponsori
menjadi anggota, mengikitsertakan dalam perkaderan dan pelatihan muballigh
hingga akhirnya sebagian di antara mereka menjadi kader dan muballigh. Kader
yang dihasilkan melakukan hal yang serupa mulai dari rekruitmen sampai menjadi
kader. Kewajiban seorang kader adalah menduplikasikan dirinya kepada anggota
jama'ah binaannya sehingga menjadi kader seperti dirinya. Dengan cara ini
sistem pembinaan menjadi terstruktur, dilaksanakan secara bertahap, sampai
menjadi pribadi yang dicita-citakan.

Pembinaan
sasaran dakwah menjadi pribadi muslim yang sebenar-benarnya sesungguhnya
merupakan pembinaan sikap seseorang, yang keberhasilannya ditentukan oleh apa
yang menjadi tujuannya, apa yang dilihat, didengar, dan dirasakannya. Di
samping pembinaan dengan alur sebagaimana tersebut di atas, hal paling penting
adalah membantu mereka menetapkan tujuan hidupnya: "menjadi pribadi
muslim yang sebenar-benarnya"
 sehingga layak menjadi penghuni surga
jannatun na'iem. Apabila tujuan hidup tersebut sudah menjadi impian terbesar
hidupnya, ia akan mempengaruhi seluruh sistem tubuhnya untuk bergerak mengejar
impinan tersebut. Semangat mewujudkannya akan meningkat apabila pikirannya
didominasi oleh informasi positif yang masuk melalui mata dan telinganya. 

Menjadi
tugas pimpinan menyediakan informasi-informasi positif tersebut. Informasi
melalui jalur visual dapat dipenuhi dengan menyediakan sebanyak mungkin bahan
bacaan positif berupa buku-buku dan majalah . Informasi melalui jalur audio
dapat dipenuhi dengan menggandakan rekaman ceramah dan pengajian yang bersifat
motivasional. "Suara Muhammadiyah" saya kira bisa dikembangkan
menjadi majalah tuntunan beragama yang bisa menjadi bacaan wajib bagi siapa
saja yang ingin beragama dengan baik dan benar.

Dengan
demikian, pola pembinaan menjadi sederhana: ajak ikut pengajian dan kursus
agama, hidup berjama'ah, membaca bacaan positif dan dengarkan kaset/rekaman,
ikuti perkaderan dan pelatihan muballigh, maka mereka akan berlari menuju
pribadi muslim yang sebenar-benarnya. Ibarat perjalanan menuju puncak gunung,
kita cukup menunjukkan di mana puncaknya, peta perjalanannya, dan memastikan
mereka telah melangkah dengan benar.

Wallahu
a'lam.




Falsafah, Makna dan Prinsip Ibadah
Rabu, 6 April 2011 17:24:15 - oleh : admin

Oleh: H. Syakir
Jamaluddin, S.Ag., MA.
*



A.    Falsafah Ibadah: Kenapa kita
(harus) beribadah?

Seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini dicipta dan
dipelihara (rububiyyatullâh), dimiliki
dan dikuasai secara mutlak oleh Allah SWT (mulkiyyatullâh).
Tentang penciptaan dan pemeliharaan tersebut, Allah SWT
berfirman:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai manusia,
sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang Sebelummu, agar kamu
bertakwa."
 (QS. Al-Baqarah/2: 21)

إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا
رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ

"Sesungguhnya
(agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah
Tuhan (Pencipta & Pemelihara)-mu, maka sembahlah Aku."
(QS. Al-Anbiyâ'/21: 92)

Sebagai Yang Mencipta, tentu Dia-lah yang paling tahu
tentang apa yang terbaik dan apa yang terburuk bagi ciptaan-Nya. 

Tentang pemilikan dan penguasaan Allah terhadap segala
sesuatu, Allah berfirman:

وَلِلَّهِ مَا
فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ

Kepunyaan
Allahlah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan
segala urusan. 
(QS. Ali Imrân/3: 109)

Sebagai
milik Allah, maka -suka atau tidak suka-semuanya pasti dikembalikan  dan berserah diri kepada Allah SWT:

وَلَهُ
أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ
يُرْجَعُونَ 

"...kepada-Nya-lah berserah diri siapa saja yang ada di langit dan
di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allahlah mereka
dikembalikan." 
(QS. Ali ‘Imrân/3: 83)

وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ
يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ
بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

"Dan
kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah
dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah
kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan."
(QS. Hûd/11: 123)

Sengaja Allah SWT memilih kalimat pasif: dikembalikan karena memang semua persoalan tanpa kecuali, pasti akan dikembalikan atau dipaksa untuk kembali kepada Allah Sang Pemilik & Sang Penguasa (al-Malik). Atas dasar inilah sehingga tidak ada pilihan lain bagi manusia kecuali
berserah diri secara mutlak kepada Allah SWT. Dan atas dasar ini pula, manusia tidak dibenarkan
memisahkan aktivitas hidupnya, sebagian untuk Allah dan sebagiannya lagi untuk
yang lain. Semuanya harus total dipersembahkan hanya kepada Allah SWT:

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ

"Katakanlah,
sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah
Pemelihara alam semesta." 
(QS. Al-An‘âm/6:
162)

Selain itu, Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang
paling sempurna (QS. Al-Tîn/95: 4) dan paling dimuliakan Allah dengan
memberinya berbagai kelebihan dibanding makhluk yang lain (QS. Al-Isra'/17:
70). Penciptaan dan pemuliaan Allah terhadap manusia dengan memberikan
fasilitas yang lebih berupa akal dan nurani, tentunya bukan tanpa tujuan. Karena
itu Allah SWT memberikan pertanyaan reflektif kepada manusia:

 أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ
إِلَيْنَا لاَ تُرْجَعُوْنَ

"Apakah
kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian hanya sia-sia dan mengira bahwa
kalian tidak kembali kepada Kami?!" 
(QS. Al-Mu'minûn/23: 115)

Sengaja Allah merangkai dua pertanyaan dalam satu ayat tentang
tujuan penciptaan manusia secara sempurna oleh Allah SWT, dan tentang kemana
tempat kembali terakhir kita kalau bukan kepada Allah SWT, dengan maksud
mengajak kita untuk berpikir dan merenung tentang tujuan penciptaan manusia. Tentu
ada tujuan Allah untuk semua itu.

Allah menciptakan manusia lengkap dengan berbagai kelebihan
dimaksudkan karena Allah akan memberikan tugas mulia kepada manusia yakni
menjadi khalifah Allah di bumi (QS. Al-Baqarah/2: 30) yang bertugas memakmurkan
bumi ini (QS. Hûd/11: 61). Untuk melaksanakan tugas kekhalifahan dengan baik
maka tidak bisa tidak kecuali harus didasarkan pada semangat pengabdian(ibadah) yang murni hanya karena Allah SWT semata. Untuk itulah Allah SWT berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

"Tidaklah
aku menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku"
 (QS. Adz-Dzariyat/51: 56; Lihat juga QS. Al-Bayyinah/98:
5). 
Dengan beribadah kepada Allah SWT maka manusia bisa menjadi manusia yang
bertaqwa. Firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

"Hai manusia,
sembahlah (beribadahlah) kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." 
(QS. Al-Baqarah/2: 21).

Hanya dengan bekal taqwa, seseorang akan mampu memfungsikan
dirinya sebagai hamba Allah (‘abdu-llâh) dan khalifah Allah (khâlifatu-llâh) di muka bumi sehingga ia mampu menyelesaikan tugas kekhalifahannya dengan
baik ketika di dunia untuk kemudian dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT di
akhirat kelak.  

B.     Makna Ibadah
Lalu apa makna Ibadah?
Makna atau definisi ibadah menurut Muhammadiyah adalah:

التَّقَرُّبُ إِلَى اللهِ بِامْتِثَالِ أََوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ
وَالْعَمَلِ بِمَا أَذِنَ بِهِ الشَّارِعُ

"Mendekatkan
diri  kepada Allah SWT dengan
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangal-Nya serta
mengamalkan apa saja yang diperkenankan oleh-Nya."
 (Himpunan Putusan
Tarjih, hlm. 276)

C.    Pembagian Ibadah
Ditinjau dari segi ruang lingkupnya, ibadah dibagi menjadi
dua bagian:

1.  `Ibâdah
khâshshah (ibadah khusus),
 yaitu ibadah
yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti: shalat, zakat, puasa,
haji, dan semacamnya.

2.  `Ibâdah `âmmah (ibadah umum), yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat karena
Allah SWT. semata, misalnya: berdakwah, melakukan  amar ma`ruf nahi munkardi berbagai
bidang, menuntut ilmu, bekerja, rekreasi dan lain-lain yang semuanya itu
diniatkan semata-mata karena Allah SWT dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya.[1]

D.    Prinsip Ibadah
Supaya manusia bisa diterima amalan ibadahnya oleh Allah
SWT dan selamat ketika dipanggil kembali untuk bertemu dengan Allah, maka ada 6
prinsip ibadah yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam beribadah.[2] Dari keenam ptinsip tersebut bisa
diperas ke dalam satu prinsip utama yaitu: Ibadah harus
sesuai dengan tuntunan.
 Allah SWT
berfirman:

فَمَنْ كَانَ
يَرْجُوْ لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَ يُشْرِكْ
بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

"Barangsiapa yang mengharapkan
pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal shalih dan ia jangan mempersekutukan seorangpun dalam beribadah
kepada Tuhannya."
(QS.Al-Kahfi/18: 110)

Arti
kata shâlih adalah baik karena sesuai. Seseorang dikatakan
beramal shaleh bila dalam beribadah kepada Allah sesuai dengan cara yang
disyari`atkan Allah melalui Nabi-Nya, bukan dengan cara yang dibuat oleh
manusia sendiri. Syarat ibadah
yang dikatakan sesuai dengan tuntunan Allah melalui Rasul-Nya adalah:

1.   Dilakukan secara ikhlas yakni murni hanya menyembah kepada
Allah semata (QS. Al-Fâtihah/1: 5;
Al-Nisâ'/4: 36; al-Bayyinah/98: 5; al-An'âm/6: 162) dan murni hanya karena mengharap
ridla-Nya.

Keikhlasan harus ada dalam seluruh ibadah, karena
keikhlasan inilah jiwa dari ibadah. Tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin ada
ibadah yang sesungguhnya. Beribadah secara ikhlas didasarkan pada firman Allah
SWT:

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

"Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan
matiku hanyalah untuk Allah Pemelihara alam semesta." 
(QS. Al-An‘âm/6: 162)

Bahkan, ibadah tanpa diserati dengan keikhlasan maka tidak
akan diterima oleh Allah SWT. Hal ini karena Nabi saw pernah menyatakan bahwa setiap perbuatan itu tergantung pada niatnya (Muttafaq
‘alayh). Demikian pula hadis Nabi saw yang lain yang berbunyi:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا
وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

"Allah
tidak menerima amalan kecuali dikerjakan dengan ikhlas dan hanya mencari
ridla-Nya."
 (HR. Al-Nasâ`i)

Berdasarkan dalil di atas bahwa hanya ibadah yang dilakukan
secara ikhlas saja yang akan diterima oleh Allah SWT. Sedangkan ibadah yang
dilakukan secara tidak ikhlas, seperti karena riya' (baca: ingin dilihat
dan mendapat pujian/penghargaan dari selain Allah), meskipun itu baik, maka tidak
akan punya nilai apa-apa di hadapan Allah, bahkan bisa mendapatkan kecelakaan
(QS. Al-Mâ‘ûn/107: 4-7).

2.      Tata caranya harus sesuai Tuntunan Allah dan
Rasul-Nya

Dalam hal shalat, Nabi Muhammad saw. bersabda:

صَلُّوا كَمَا
رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي (رواه البخاري)

"Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." 
(HR. Al-Bukhari, dari Malik bin Al-Huwairits)

Nabi Muhammad saw telah mengajarkan tentang tata cara shalat secara lengkap melalui hadis-hadisnya yang maqbûl, dari sejak niat yang tidak dilafalkan, bagaimana gerakan dan bacaan shalat sejak takbir hingga salam, berapa jumlah raka`at, kapan saja waktu-waktu shalat, dan lain-lain. Dalam masalah ibadah mahdlah (khusus) yang sudah jelas ada keterangan dari Allah dan Rasul-Nya, tidak boleh ada hasil kreasi pemikiran manusia yang boleh masuk di dalamnya, kecuali menunggu perintah atau tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Ketika seseorang melakukan shalat sebagai bagian dari ibadah mahdlah tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya maka ada dua akibat yang akan terjadi, yakni:

Pertama: Ibadahnya ditolak. Nabi saw bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي
أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang mengadakan sesuatu dalam perkara kami ini yang
tidak ada tuntunan (Islam) di dalamnya maka ditolak." 
(Muttafaq 'alayh)

Kedua: Divonis bid'ah, sesat dan
masuk neraka. Nabi Muhammad saw memperingatkan dengan sabdanya:

فَإِنَّ خَيْرَ
الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ
مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (رواه مسلم وابن ماجة وأحمد
والدارِمى.) و فى لفظ النسائى: وَكُلُّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

"Sesungguhnya
sebaik-baik berita adalah Kitabullah (Al-Qur'an), dan sebaik-baik bimbingan,
adalah bimbingan Muhammad, sedang sejelek-jelek perkara adalah mengada-ada
padanya, dan setiap bid`ah (penyimpangan dengan mengada-ada) adalah sesat." 
(HR. Muslim, Ibn Majah, Ahmad &
Darimi) Dalam redaksi Al-Nasa'i: "... dan setiap yang sesat, di neraka."

Hadis ini dimaksudkan
sebagai peringatan agar orang tidak mudah melakukan penyimpangan (bid`ah)
dalam masalah ibadah mahdlah.

Itulah sebabnya para ulama menyusun sebuah kaidah ushul dalam hal ibadah:

الأصل في
العبادات الحظر إلا ما ورد عن الشارع تشريعه

"Prinsip asal
dalam masalah ibadah itu dilarang kecuali terdapat dalil dari Allah (al-Syâri')
yang mensyari'atkannya"



* Anggota Majelis Tabligh PP. Muhammadiyah, Dosen FAI UMY, dan Ketua Lembaga
Pengkajian & Pengamalan Islam (LPPI) UMY. Bahan disarikan dari Buku Syakir
Jamaluddin, Shalat Sesuai Tuntunan Nabi saw: Mengupas Kontroversi Hadis SekitarShalat, Yogyakarta: LPPI UMY, cet ke-5 (Edisi Revisi), 2010

0 komentar:

Posting Komentar